Minggu, 28 Oktober 2012

de


Apa kabarmu sekarang de_2
Semua berubah,,,
Semua menjadi kabur
            Semoga kau tak pernah tau siapa aku..
            Aku hanya manusia yang tak bisa berbuat apa – apa ketika engkau semakin jauh..
Sekali…
Tapi membuat bahagia
            Tak kan pernah aku lupa,
            Melihat tangan mungilmu…
Sebentar lagi 2 tahun bukan,,,
:) senyum itu untukmu,
Aku tak pernah tau, akan jadi apa kau nanti
Yang pasti, aku harap kau tak melakukan apa yang dia lakukan
Satu hal,
Bahwa jika engkau menemui angsa buruk rupa..
Percayalah
Tak selamanya ia buruk rupa…
Karena suatu saat ia akan buktikan padamu…
Bahwa didalam hatinya, ada mutiara…
Tempat dimana engkau akan berkaca

Selasa, 16 Oktober 2012

Ai...

Apa alasan aku bahagia...
Aku tak akan pernah tau..
Lalu mengapa ini begitu tulus,,,?

Mengecap indah nyanyian doa dari sang pujangga.
Tak akan pernah tau apa arti yang sesungguhnya,,,
Itu yang aku rasa,,
Ini bukan fatamorgana...
Karena ini sesuatu yang nyata ^_^

Rabu, 26 September 2012

...

aku mau senja itu....
senja yang kadang pupuskan harapan...
namun juga membearikan ketenangan yang abadi

senja itu.. untuk dia
ai...
dan dia, senja yang tak akan pernah terbias..

Sabtu, 22 September 2012

Kamu

Pagi dengan sapaan hampa....
Bagaimana bisa bahagia?

Akan mengerti, dari satu nurani
Mengapa tak berpindah ke lain hati?

Kalaupun sang senja tetap temaram
Aku akan berpura - pura tidak tahu

Karena yang ingin aku tahu hanya satu....

KAMU..

Jumat, 14 September 2012

"_"

semua berujung dari idialisme
kadang aku bertanya
apa itu nyata

dia nyata..
dalam kiasan senja di ujung sana
namun
tak kan pernah hilang seperti senja

dia abadi..
muncul pada suatu bidang
menjadi dasar sebuah paradigma

Sabtu, 04 Agustus 2012

Dia dan Senja ..

Andai dia telah tau satu nama yang tersebut
Maka dia akan tau arti TANPA
N dia akan tau apa itu HILANG

Sampai di pintu penantian sang senja, ia akan tau satu isyarat pasti

Keabadian takkan melekat pada sesuatu yang hampa
Atau keabadian itu tak pernah ada

Dia dan Senja

Demi senja yang tak kan pernah pudarkan mega

Q, hanya ingin dia tau bahwa hanya satu nama yang selalu uraikan cerita di hati

Q, ingin ia mengerti deruan angin, percikan api & aliran air yang takkan pernah sajikan dusta

Q, ingin mendengar akhir cerita. meski berharap dalam akhir pandangan sang senja

Sabtu, 14 Juli 2012

14 juli...........

14 juli...........

keputusan terbesar yang pernah dibuat, dari sebuah guncangan yang maha dahsyat...
kebodohan yang berakar dari keegoisan
yang semata hanya pentingkan nurani dari jati diri yang hampa

qw lah orang bodoh itu.
orang bodoh yang takkan menyesali ttg apa yang telah di korbankan orang lain demi dirinya.
orang bodoh yang akan selalu bertanya " untuk apa dirinya di kasihi dan disayangi oleh orang lain"

setahun
tunggu aku
itu yang aku mau
semua akan nyata........
mungkin akan lebih indah dari pada hari ini

penantian panjang
hanya untuk satu jawaban pasti
tentang apa yang ku mau dan apa yang kau mau

Kamis, 07 Juni 2012

ai

hembusan itu kian berlalu....
hembusan itu begitu nyata, begitu indah.

ai..
sesuatu yang buatku sadar
bahwa karpet nan hijau,,
tak selamanya terbentang di persawahan

ai
sesuatu yang merubahku
nothing to be something

suatu saat akan bertemu dalam masa yang abadi
dan itu doa ku
doa dengan keyakinan
dan harapan tug dapatkan sesuatu yang indah
dan bukan biasan fatamorgana

Minggu, 03 Juni 2012

Dia dan Dia


Dia…
Yang bangunkan ku dari tidur panjang
Hadirkanku ke kisah nyata
Kisah nyata dengan seribu mimpi
Mimpi yang harus aku raih
Agar tetap terjaga
Dia
Dia yang ajarkanku tentang kisah nyata
Dimana ada hitam dan putih
Bukan abu-abu
Karna kisah nyata
Adalah satu ritme yang pasti
Bagiku……….
Dia dan dia
Mereka begitu besar
Mereka begitu berjasa
Dan mereka,
Adalah satu alasan yang kuat
Untukku terjaga
Terima kasih orang tuaku
Terima kasih guruku
Karena mu seribu mimpi yang ada
Berubah perlahan
Menjadi kisah yang semakin nyata

Kamis, 24 Mei 2012

CINTA TERINDAH CINTA KARENANYA

Bintang itu kian terang,
Lengkapi sendunya nyayian alam….
Indah namun mengapa semuanya seakan hanya fatamorgana..
Ya Rob,, apa yang terjadi dengan ku…
               Aku temukan sesosok pemuda. Terlihat dia agak terburu-buru dengan membawa sebuah bungkusan di tangannya. Setengah berlari kususul pemuda itu lalu segera kusapa dia.
               “ Assalamu`alaikum,, !”
               “ Wa`alaikumsalam, !” pemuda itu menoleh kearahku dengan heran. Sempat mata kami saling bertemu pandang. Aku merasa ada yang aneh saat aku menatap wajahnya, aku seperti mengenal pemuda ini, kira-kira siapa pemuda ini? Tapi segera kutundukkan kepalaku karena ku menyadari aku bukanlah mukhrimnya.
               “ Ma`af karena aku menghentikan langkahmu. Aku, aku cuma mau Tanya rumah pak RT itu dimana ya ?” tanyaku agak kaku.
               “ Owh, kamu baru pindah ke sini yah ? Dari sini kamu lurus saja, nanti di pertigaan jalan itu kamu belok kiri.” Sambil menunjuk pertigaan jalan yang memang tak jauh dari tempat kami sekarang.
               “ Terimakasih dan ma`af sudah merepotkan ! ”
               “ Iya sama-sama.”
               “ Assalamu`alaikum.”
               “ Wa`alaikumsalam.”
               Segera kutinggalkan pemuda itu. Meskipun pertemuan itu hanya sekejap, tapi entah kenapa hingga malam ini seakan wajah pemuda itu terpampang jelas didepan wajahku. Astaghfirullah, kenapa aku jadi begini.
               Sudah seminggu aku tinggal disini, ternyata apa yang dikatakan oleh Abi dan Umi ada benarnya juga. Dengan mudah aku bisa menyesuaikan diri di tempat ini. Dan sore ini sudah kuputuskan aku akan berkeliling.
               Setelah sholat ashar, aku menuju taman yang ada didekat kompleks rumahku. Meski berada di tengah-tengah hiruk pikuk ramainya ibu kota, taman itu tetap nampak asri. Kususuri jalan setapak demi setapak, perlahan tapi pasti sampailah aku di sebuah ayunan yang tampak kusam tapi cukup kuat untuk menopang badan dewasa sepertiku.
               Entah kenapa suasana yang tenang ini membuatku terlempar jauh ke masa silam. Bayangan – bayangan masa lalu itu seakan menjadi nyata. Masa saat aku bermain dengan serunya bersama Rizal sahabatku. Sahabat terbaik sampai kapanpun, meski masih ada masalah diantara kita.
               Sudah belasan purnama, bahkan ribuan senja kami tidak pernah bertukar kabar. Mau tidak mau kami harus saling berjauhan hanya karena sifat kami yang kekanak-kanakan. Andai waktu itu terulang kembali, ingin aku perbaiki semuanya. Tapi sudahlah, saat-saat itu tak mungkin terulang.
               Entah sudah berapa lama aku terbawa kenangan masa lalu, sampai akhirnya aku dikejutkan oleh sebuah suara, suara itu pernah ku dengar tapi entah dimana, segera ku balikkan badan dan ku temukan sesosok pemuda tampan.
               “ Assalamualaikum.” Sapa pemuda itu dengan senyum yang menyerinai indah di wajahnya.
               “Wa`alaikumsalam. Kamu cowok yang tadi pagi kan ?”
               “ Ah, rupanya kamu masih ingat aku ya? Sedang apa disini, kok sendirian ?”
               “ Aku cuma ingin jalan – jalan saja !” Kurasa perkataanku barusan terlalu ketus padanya, tapi saat itu juga rasa keingintahuanku muncul kembali, siapa kiraanya pemuda ini.
               “ Kita belum kenalan kan? Ya sudah, kenalin dech, aku Rizal !” kata pemuda itu sambil mengulurkan tangannya.
               “ Aku Amanda.” Aku tersenyum tapi aku tidak menjabat tangannya, aku hanya melakukan salam ala Islam karena bukan mukhrim dan nampaknya dia mengerti maksudku. Meski kini aku tahu siapa nama pemuda ini, rasa keingintahuanku akan dirinya masih saja meluap-luap.
               “ Bolehkah aku tahu nama lengkapmu ?” terasa kurang sopan memang karena kami baru saja berkenalan, tapi setidaknya sekarang aku bisa mengurangi rasa keingintahuanku saat ini.
               “ Oh..tentu. Rizal Pramana, itu namaku. Baguskan ?” sambil tersenyum jenaka padaku. Tapi aku tak memperdulikan itu. Saat itu sekujur badanku serasa lemas. Rizal Pramana, itu nama yang tak asing bagiku. Pemuda yang selama ini aku cari. Ya Roob, benarkah ini. Apa ini hanya bagian bunga tidurku yang panjang.
               “ Rizal, apa kamu masih ingat aku ? A,,a.aku. aku Amanda Radisty, teman masa kecilmu dulu.” Tiba – tiba muncul keberanianku untuk mengatakan itu. Nada bicaraku cukup datar, tapi nampaknya cukup mengejutkan Rizal pula.
               Hening yang kurasa, tak satupun dari kami yang berani memecah keheningan itu. Tapi semua berubah ketika langit tak lagi dapat membendung hujan, tetesan – tetesan air jatuh dengan derasnya. Kami segera berlari mencari tempat berteduh.
               Badan kami memang tidak terlalu basah, badanku tak tenang karena angin yang berhembus cukup menusuk setiap persendian dan tulang – tulangku. Terlintas di benakku wajah Abi yang mungkin cemas karena sampai saat ini aku belum pulang. Dan sekarang cuaca tak bersahabat denganku.
               Kini hanya tinggal kami berdua, aku dan Rizal. Entah apa yang dipikirkannya saat ini. Aku hanya berharap pertemuan kali ini menjadi awal yang baik untuk persahabatan kami berdua.
               “ A..a.amanda, pakai ini !” Rizal menyodorkan jaket warna hitam yang dikenakannya.
               “ Ta,ta..pi bagaimana denganmu. Tentunya kau sendiri akan kedi.. !” sebelum aku menyelesaikan kalimatku, Rizal sudah menyela dengan senyuman singkat tapi terlihat tulus.
               “ Sudah pakai aja, aku gak apa-apa !” Dia tersenyum, lalu tertawa lepas.
               Heran dan bingung, itu yang kurasa. Apakah ini pertanda baik bagiku. Mungkin persahabatan yang sekian lama telah renggang kini dapat kembali mengukir kisah jenaka nan indah. Ya, Roob. Aku percaya semua takdir-Mu.
               “ Kenapa ketawa sih, ada yang lucu ?”
               “ Tidak, aku hanya ingat masa lalu sewaktu kita masih kecil dulu. Kamu masih sama seperti Manda yang dulu ya. Owh iya, apa kamu sudah lupa tentang masa kecil kita ?”
               “ Aku masih ingat.” Jawabku lemas karena tiba-tiba kenangan pahit saat aku akhirnya harus berpisah dengan Rizalpun ikut menghiasi pikiranku saat ini.
               “ Dan tentunya kamu masih ingat betulkan masalah apa yang akhirnya membuat kita tidak lagi bicara satu sama lain ? saat itu kita seperti anak kecil banget ya ?” Dengan nada bicaranya yang santai dan diikuti tertawa tanpa beban.
                Memang benar yang dikatakan Rizal, saat itu kami memang seperti anak-anak yang masih belum bisa mengontrol emosi dengan baik. Hanya karena teman-teman kami menganggap kalau kami pacaran, kami saling menjauh dan akhirnya kami tidak pernah bertegur sapa sampai tibanya hari ini. Mengingat hal itu, aku jadi tersenyum kecil.
               “ Astaghfirullah, aku harus pulang ke rumah sekarang. Pasti saat ini Abi cemas.” Tiba-tiba aku teringat kembali Abi dan Umi di rumah.
               “ Iya, hujan juga sudah cukup reda. Aku antar ya!”
               “ Tapi tidak baik.seorang cowok mengantar cewek yang bukan mukhrimnya.”  Kataku kemudian.
               “ Tapi tidak baik juga, kalau seorang cowok membiarkan seorang cewek pulang sendirian, apalagi kamu baru mengenal daerah sini. Benar bukan ?” Sifat Rizal masih sama seperti dulu. Bila sudah mempunyai keinginan yang kuat pasti tidak akan ada yang bisa mengalahkannya.
               Senja itu aku pulang bersama Rizal, suasanapun sudah tidak sekaku tadi. Dengan dedaunan yang basah karena hujan, kami saling bercengkrama satu sama lain. Saling bercerita tentang diri masing-masing. Dijalan sempat kami berpapasan dengan seorang lelaki parobaya dan nampaknya beliau seperti seorang Kyai. Kyai itu tersenyum pada kami, kelihatannya Rizal mengenal beliau karena saat itu pula Rizal segera mencium tangan beliau.
               “ Assalamua`alaikum.”  Salam Rizal.
               “ Wa`alaikumsalam. ”
               “ Bapak mau kemana ?” Tanya Rizal selanjutnya.
               “ Bapak cuma mau ke masjid yang ada di depan. Adik sendiri dari mana dan mau kemana ?”
               “ Saya tadi baru dari taman dan tak sengaja bertemu dengan teman lama. Kenalkan pak, ini Amanda dan selain teman lama dia juga tetangga baru saya.”
               “ Assalamua`alakum.” Salam Amanda sambil tersenyum simpul ke bapak parobaya itu.
               “ Wa`alaikumsalam. Rizal, Amanda bapak permisi dulu ya, bapak kesana dulu ! keburu maghrib soalnya. Assalamualaikum.”
               “ Owh iya pak. Wa`alaikumsalam.” Jawab kami bebarengan.
               Tak terasa suasana begitu indah ketika aku berjalan dengannya. Setelah sampai dirumah. Rizal menyempatkan diri tuk bersalam dengan Umi dan Abi. Dan setelah itu dia undur diri kerena mentari tlah benar-benar berada di pucuk peraduannya.
               Entah kenapa seusai sholat maghrib Umi dan Abi memanggilku. Mereka duduk berdampingan di sofa kuning ke`emasan. Tatapan mereka begitu dingin padaku. Aku tak tahu kesalahan apa yang telah kuperbuat saat ini.
               “ Umi, Abi, ada apa?” tanyaku dengan suara lirih.
               “ Amanda, duduk sini dengan Umi !”
               Nampaknya Umi dan Abi ingin berbicara serius dengan ku. Abi memulai pembicaran dan akupun memperhatikan dengan seksama. Awalnya Abi bertanya padaku apakah ada suatu hubungan antara aku dengan Rizal. Tentunya aku sangat terkejut mendengar pertanyaan Abi. Memang selama ini aku sama sekali belum pernah membawa teman lelakiku ke rumah. Yach, Rizal-lah yang pertama.
               Saat itu kucoba menjelaskan pada Umi dan Abi siapa sebenarnya Rizal itu. Rizal semata-mata hanya teman dekatku saja sejak kecil dan tidak lebih dari itu. Dan dari sikap Umi dan Abi terlihat bahwa mereka percaya dengan semua penjelasannku.
               Setelah kuutarakan apa yang sebenarnya terjadi. Abi berpesan padaku.
               “ Manda, Islam memperbolehkan apabila ada seorang bangsa hawa menyukai bangsa adam, begitu juga sebaliknya. Tapi yang Abi khawatirkan, anak muda zaman sekarang sangat suka dengan yang namanya “berpacaran”. Padahal Islam tidak membenarkan hal itu. Islam hanya memperbolehkan kita berta`aruf , dan Abi tidak ingin kamu seperti itu.”  tangan Abi menepuk pundakku. Ku tatap wajah Umi dan Abi, mereka melemparkan senyum penuh kasih sayang padaku.
               “ Terima kasih Abi, Umi.”
               Kini sang rembulan telah tergantikan dengan sang mentari yang cerah. Awal yang baik untuk memulai hari baru di sekolahku yang baru pula. Di sekolah inilah mulai ku`ukir kisah-kisah layaknya pelajar SMA pada umumnya. Cerita bahagia, menyenangkan bahkan pilu dan menyedihkan semua terangkum jadi satu. Terkemas menjadi sebuah kenangan yang cukup mengesankan bagiku.
               Di pagi ini pula aku mendapatkan kejutan yang entah menggembirakan atau malah menyedihkan. Ternyata Rizal juga bersekolah ditempat yang sama denganku. Namun kami tidak sekelas. Di sekolah kami jarang bertegur sapa. Sungguh suasana yang kontras, karena di luar sekolah kami begitu dekat.
               Di suatu sore, aku mendapat pesan singkat dari Rizal. Dia menyuruhku tuk datang menemuinya di taman. Saat itu kuputuskan tuk berbohong pada Abi karena aku takut Abi akan marah kalau saja Abi tahu yang sebenarnya. Dan sesampainya aku di sana Rizal menghampiriku. Dia membawa seikat bunga anggrek lalu diberikannya padaku. Betapa bahagianya aku saat itu. Tapi aku masih bingung apa maksud Rizal dengan semua ini.
               “ Amanda.. aku ingin berbicara sesuatu padamu.” Kata Rizal tapi dengan ekspresi yang kaku dan tegang.
               “ Ada yang aneh denganmu Rizal ? apa yang sebenarnya ingin kamu katakan ?”
               “ Aku… aku.. Emmh, maksudku, maukah kau.. maukah kau jadi pacarku ?”
               Kata-kata Rizal itu cukup membuatku tersentak. Kenapa… Kenapa semuanya jadi begini? Disisi lain aku bahagia karena akhirnya Rizal mengatakan ini padaku. Tapi saat itu pula terlintas dibenakku semua perkataan Umi dan Abi pada tempo hari padaku. Lama kuterdiam dan membisu.
               “Amanda, aku tidak memaksamu untuk menjawabnya sekarang. Tapi aku berharap kau dapat memberikan jawaban itu secepatnya.” Lanjut Rizal yang mungkin saat itu melihatku berdiri kaku bagai orang tersambar petir di siang bolong.
               Aku berjalan sedikit gontai ketika melewati jalan beraspal yang membawaku sampai kerumah. Dikamarku beribu-ribu kali kejadian tadi sore terlintas,seakan-akan tepat didepan mataku. Hingga akhirnya kutemukan jawabannya.
               Meski aku dibuat pusing dengan keputusan yang aku ambil. Aku merasa tak perlu sholat istikharoh karena kini aku sudah cukup merasa yakin meskipun aku harus berbuat nekat melanggar ucapan Abi.
               Sore hari berikutnya, senja hari yang amat indah. Takpernah kurasakan haribegitu indah seperti saat ini. Setelah bertemu Rizal, ku jelaskan semuanya. Rizalpun bersorak mendengar jawabanku. Dan mulai saat itu kuukir hari-hari indah bersama Rizal.
               Sebulan telah berlalu. Begitu juga kebohongan-kebohonganku. Aku sering berbohong pada Abi hanya untuk menemui Rizal. Belajar kelompok, ekskul, latihan atau apalah yang kukira cukup meyakinkan agar Abi mengijinkanku keluar rumah.
               Dan Rizal. Sebenarnya dia masih perhatian denganku. Tapi sekarang, aku merasa ada jurang pembatas antara kami berdua. Rizal sudah jarang bertukar cerita atau apapun yang berkenaan dengan dirinya.
               Sampai dua hari berikutnya aku bertemu dengan Rizal di taman seperti biasa. Kutanyakan padanya apa yang membuatnya kini berubah.
               “ Amanda, aku tidak ingin berbohong padamu. Karena aku terlalu sayang. Tapi aku tidak bisa memberikan seluruh kasih sayangku padamu.” Ucap Rizal.
               “ Apa maksudmu ?”
               “ Aku.. aku, aku telah membagi kasih sayangku pada seseorang. Dan saat ini tidak hanya kamu yang ada dihatiku! Ma`afkan aku Manda ! Ma         `af kan aku.”
               “ Kamu, kamu. Kenapa kamu gini! Padahal selama ini aku tlah berbohong pada Abi. Hanya demi kamu Rizal. Hanya demi kamu!”
               Seribu langkah kaki kecilku, bertolak meninggalkan bayangan Rizal dari pelupuk mata. Air matapun turut membasahi pipiku. Kenangan indah bersama Rizal kini tak pernah Nampak. Yang tersisa hanyalah kepedihan disenja itu. Senja yang nampak indah tapi seketika itu pula turut menghancurkan impian dan semua harapanku.
               Aku tertegun lemas. Kelambu-kelambu menghalangi pandangan. Aku merebahkan badan ini di tempat yang paling nyaman, tapi tidak untuk saat itu. Berhari-hari aku mengurung diri di kamar. Abi dan Umi sering mengetuk pintu kamarku. Namun aku selalu mengabaikannya.
               Rasa bersalahpun kini semakin kurasa. Entah bagaimana caranya aku meminta maaf pada Abi dan Umi. Aku telah mengabaikan ucapan beliau dan saat ini aku merasa telah menjadi anak yang paling durhaka. Ya Roob, berilah aku ketegaran untuk menghadapi masalah ini serta berilah aku keberanian untuk mengungkap semua kesalahanku pada Umi dan Abi.
               Telah lama aku mengurung diri di dalam kamar. Dan kiniku sadari ini bukanlah awal kehancuranku. Aku tak boleh berlarut-larut hanyut dalam kesedihan dan kepiluanku ini.
               “ Umi, Abi, Manda ingin bicara.”
               “ Alhamdulillah, akhirnya kamu mau keluar kamar juga.kamu kenapa anakku ?” Tanya Umi yang kemudian langsung memelukku.
               “ Sudah, sini Amanda. Duduk dekat Abi.”
               Ku duduk disamping Abi dan kemudian diikuti Umi. Mulut ini masih saja terasa  amat berat. Sebelum bicara kuatur nafas ini.
               “ Emm,m, Umi, Abi. Maafkan Manda.! Manda telah berbohong pada kalian.” Tak terasa airmata ini kembali terurai.
               “ Manda, jangan nangis. Memangnya kamu berbohong apa pada Umi dan Abi?” Umi mengelusku dan mengangkat daguku.
               “ Dulu, Abi pernah menasehati Manda kalau pacaran itu dilarang agama Islam. Tapi Amanda melanggar nasihat Abi. Selang beberapa hari kemudian, Amanda malah berpacaran dengan Rizal. Maafkan Manda Abi, Umi. Maafkan Manda.” Aku berbicara dengan sesenggukan. Dan air mata ini semakin tak terbendung lagi.
               “ Lalu, bagaimana hubunganmu dengan Rizal sekarang ?” Tanya Abi kemudian.
               “ Kemarin, Manda baru tahu kalau Rizal tidak hanya menyukai Manda. Tapi dia juga menyukai orang lain.” Setelah melanjutkan kalimatku, entah kenapa Abi terdiam. Aku tak berani menatap wajah Abi. Tapi tiba-tba Abi berkata.
               “ Sabar ya nak. Kali ini Allah memberikan cobaan padamu. Banyak hikmah yang dapat kamu petik. Mungkin saat ini belum waktunya kamu untuk mengenal hal itu.”
               “ Iya Abi, maafkan Manda.”
               “ Sudah jangan minta maaf. Abi tidak pernah marah pada Manda. Yang penting ingat selalu pesan Abi dan jangan pernah mengulangi hal ini lagi ya.” Abi tersenyum penuh kasih sayang padaku lalu memelukku.
               “ Terimakasih Abi, terimakasih.” Aku masih sesenggukan.
               Saat itu pula aku bertekat, aku tidak akan mengulang kesalahan itu lagi. Kesalahan yang tidak hanya membuatku berdusta pada orang tua, tapi juga pada agama. Aku tidak merusak kembali dinding agama yang sudah kubangun sejak aku kecil.
               Kejadian itu memang telah membuatku tersadar. Bahwa perkembangan agama Islam juga ditentukan dengan moral para pemeluknya. Bolehlah jika bangsa hawa menyukai bangsa adam ataupun sebaliknya, tapi jangan dilampiaskan dengan berpacaran. Karena pacaran tujuh puluh lima persen mengundang syetan yang nantinya juga akan merusak moral kita. Dan mulailah mencintai sesuatu hanya karena Allah, maka suatu saat jika kita kehilangannya kita akan dengan ikhlas bisa melepaskannya.

TAMAT